Jumat, 09 Oktober 2015

Bangkit dari Kemalasan


Saya capek dengan kemalasan saya. Emang mirroring sii. Melihat Ibu yang sangat pemalas saya ngikut jadi pemalas juga. Namun itu mirroring. Dan manusia bisa lepas dari mirroring.

Saya sering mempunyai ART pemalas. Hanya mau kerja bila disuruh. Sampai mulut capek menyuruh dia. Bila datang malasnya, baju direndam air sabun begitu saja lalu dijemur. Baru ketahuan bila saya mau memakai baju. Luar biasa malasnya.

Manusia termasuk saya bisa menjadi sangat malas. Bagaimana ya bisa menjadi orang rajin ?

Padahal tidak ada untungnya jadi orang malas. Bila tidak bergerak, chi mandek, tubuh akan sakit dan kemudian berhenti bertugas.

Pelajaran dari One Earth College bidang studi Interfaith ini harusnya menjadi afirmasi untuk saya, untuk menjadi rajin dan penuh semangat:

*** Surga adalah paviliun penuh keringat, penuh kerja keras, penuh dinamika.
   Neraka adalah paviliun dimana orang bermalas-malasan dan mati karena penyakit malas.
Mereka lahir, hidup dan mati dalam kesia-siaan.
Mereka tidak meninggalkan cerita.
Jadilah penghuni surga.

Saya mau menerapkan program menjadi rajin untuk diri sendiri:
1. Perhatikan makanan. Makan makanan segar. Pergunakan rempah-rempah.
2. Just do it. Pikiran membuat pekerjaan jadi tampak berat.
3. Hidup dalam masa kini. Waktu tidak habis untuk menyesali masa lalu dan mengkuatirkan masa depan.
4. Gerak. Stretching. Menari. Menyanyi. Yoga. Menikmati hidup dengan bersyukur.
5. Bekerja dengan penuh semangat dan rasa syukur. Penuh semangat untuk memberikan kontribusi.

Semoga berhasil...hihihi. Amiin
TerimaKasih. Namaste

Bangkit dari Mirroring


Seorang teman mempunyai istri 3. Kata teman yang lain, "Dia mirip Bapaknya. Bapaknya juga poligami. Aku tak poligami karena orang-tua wanti-wanti untuk tidak menyakiti hati istri."

Bapak seorang Musisi menikah lagi sehingga membuat Ibunya terluka. Musisi ini tinggal bersama Ibunya. Dia tidak suka pada pada perilaku Bapaknya namun dia meniru perilaku Bapaknya itu. Musisi ini menikah lagi sehingga membuat istri pertamanya sakit hati dan meminta cerai.

Seorang penulis bercerai dengan suaminya. Setelah perceraian, barulah penulis ini menceritakan bahwa suaminya tukang pukul. Orang tua si suami ini bercerai karena Ibunya tidak tahan dengan perilaku kasar suaminya. Si Suami ini tidak suka dengan perilaku Bapaknya namun dia mengikuti perilaku Bapaknya.

Itulah Mirroring. Kita meniru perilaku orang di sekitar kita, walau kita tidak suka.

Saya tidak suka dengan perilaku malas dan suka marah-marah dan bentak-bentak. Saya tidak suka, namun saya ternyata memiliki perilaku seperti itu.

Hingga saat ini saya berusaha untuk keluar dari perilaku bermalas-malasan. Cukup lama saya berusaha untuk tidak menjadi pemarah dan suka bentak-bentak. Mulai dari makanan yang tidak pedas dan melembutkan diri dengan prayanama. Mulai tampak hasilnya. Saya sudah tidak sepemarah dulu.

Seorang kerabat memiliki perilaku seperti Bapaknya. Dia tahu betapa Ibunya sakit hati dengan perilaku Bapaknya yang cuek dan seenaknya terhadap istri. Namun dia mengikuti perilaku Bapaknya. Dia persis seperti Bapaknya, bertingkah seenaknya tanpa peduli dengan kesehatan dan kesejahtraan istrinya.

Manusia bisa berubah jika dia menyadari kesalahannya dan bertekad untuk mengubahnya. Biasanya manusia sulit untuk menyadari perilaku yang menyakiti diri dan sekitar. Itulah perlunya meditasi, untuk menyaksikan dan menyadari pikiran dan emosi kita.

Bapak Jusuf Kalla adalah salah seorang yang bisa keluar dari Mirroring. Saya membaca biografi JK yang merupakan kenangan terhadap Almarhumah Ibunya, "Athirah", betapa Ibu Athirah terluka saat dipoligami. JK sempat tidak diterima oleh calon mertua, Bapaknya Ibu Mufidah, karena takut Mufidah dipoligami. Namun JK bertekad untuk tidak poligami dan beliau buktikan hingga saat ini.

Itulah perlunya meditasi dan memilih lingkungan kita. Kita bisa memilih teman-teman yang rajin dan penuh semangat berkarya. Kita bisa memilih teman-teman yang menunjang perkembangan kita.

Seorang teman, yang memiliki pekerjaan bagus, suka berteman dengan gerombolan pengangguran yang pembohong dan pengkhayal. Dia suka berteman dengan gerombolan itu karena memenuhi kebutuhannya untuk "merasa penting". Akhirnya dia menjadi seperti teman-teman gerombolan itu. Dia jadi pembohong, berperilaku seenaknya, dan penipu. Itulah pilihan hidupnya.

Semoga kita bisa bangkit dari Mirroring yang merugikan kita dan lingkungan kita. Amiin.
TerimaKasih. Namaste...

Senin, 05 Oktober 2015

Mirroring


Membaca "Norwegian Wood" Haruki Murakami rasanya masuk ke dunia yang kelam. Seperti hidup pada musim gugur dan musim dingin. Tanpa kehangatan mentari.

Tokoh-tokoh dalam novelnya kok mudah sekali bunuh diri. Merasa depresi, langsung bunuh diri. Siapa sii yang tidak pernah merasakan depresi dalam hidup ? Namun memutuskan untuk bunuh diri adalah mirroring. Banyak yang bunuh diri, jadi orang yang depresi ikutan bunuh diri.

Saya membaca wall Ibu yang anaknya, yang masih SMP, bunuh diri. Ibu itu "menuduh" hal ini karena anaknya suka membaca anime / manga Jepang dimana beberapa tokoh bunuh diri.

Orang tua anak ini bercerai, dan masing-masing sudah menikah lagi. Anak ini tinggal bersama Nenek dan Tantenya di Jakarta. Banyak yang mengira /menganalisa bahwa anak ini bunuh diri karena merasa tidak diperhatikan, kurang kasih sayang, orang tuanya lebih memperhatikan keluarga barunya.

Mungkin anak ini depresi karena Bapak Ibunya bercerai...

Saya perhatikan anak-anak jalanan yang orang-tuanya bercerai, yang orang tuanya memanfaatkan dia untuk mencari nafkah. Anak-anak itu tidak hidup layak, tidak merasakan hidup nyaman, sekolah yang berkualitas, les bahasa Inggris, travelling, nonton, punya gadget bagus. Kok anak-anak jalanan jarang yang bunuh diri ya.

Itulah mirroring. Orang cenderung meniru orang di sekitar. Bisa juga meniru artis idola, buku, media social, tv.

Mirorring dari buku sebenarnya bagus loh. Karena buku membuat otak menganalisa, membuat otak "memasak" informasi yang masuk, tidak menelan informasi atau berita mentah-mentah. Beda sekali dengan nonton tv

Namun tentu saja ada pengecualian. Anak yang bunuh ini sering baca manga (komik Jepang). Komik bukan buku yang membuat otak menganalisa ya. Komik adalah gambar-gambar.

By the way busway, ada juga yang membaca buku aliran keras menjadi keras dan fanatik.

Hidup emang kompleks. Tidak hitam putih saja.

Semoga kita semua diberikan pikiran yang jernih. Amiin.
TerimaKasih. Namaste...

Belajar dari Akun Hosip


Tak ada orang yg suka digosipin. Dan gosip bisa lebih berbahaya dari satu kebohongan *pernah baca quotenya. Karena gosip adalah berita yang dihembuskan tanpa cover both sides dan pastinya tanpa klarifikasi. Saya pernah merasakan bagaimana digosipkan oleh saudara sepupu, dan hingga hari ini dia tidak pernah minta maaf. Namun sudah terbayar sii. Dia pernah jadi buah bibir karena suatu "aib". Life !!!

Namun hari ini saya follow satu akun gosip di twitter dan instagram. Tidak semua saya baca karena tidak penting. Namun ada yang perlu kita renungkan. Ada berita yang menjadi rahasia umum namun tidak diberitakan untuk menghindari somasi.

Ada cerita tentang artis muda cantik yang bercerai, antara lain, karena ibunya matre. Suami pertama sudah berusaha memberikan materi sesuai kemampuan, namun tetap saja tidak cukup. Artis ini bercerai lalu menikah lagi. Ternyata suami baru ini mengecewakan sehingga artis ini bercerai lagi dengan usia pernikahan yang sangat pendek.

Yang menarik adalah, artis muda ini sekarang mengenakan jilbab syar'i.

Begitulah. Kita banyak melakukan kekhilafan. Dan ada yang mau menebus kekhilafan itu dengan "taat beragama", antara lain dengan mengenakan jilbab.

Kita memang perlu memaafkan diri dengan melakukan hal yang baik. Untuk kesehatan jiwa dan pikiran kita.

Ajahn Brahmn menyarankan untuk melakukan kegiatan sosial untuk menebus rasa bersalah. Sharing pengetahuan, waktu, perhatian, apa pun akan membuat kita merasa baik. Di Vihara Ajahn Brahmn, menebus kesalahan bisa dengan pukulan kucing. Pukulan kucing berarti mengelus-ngelus kucing. Menebus rasa bersalah dengan melakukan kebaikan pada diri dan orang lain.

Ada artis yang melakukan seks bebas sebelum nikah. Sekarang artis ini berjilbab.

Jadi ingat seorang penyanyi rock yang "bertaubat" dengan ekstrim. Beliau ini pernah ceramah di pengajian kompleks saya. Ibu tetangga dikatakan "laknat" oleh dia karena menampakkan wajah tidak setuju atas ceramah dia.

Baru saja saya membuka FB seorang ibu yang anaknya bunuh diri. Ibu ini teman dunia nyata saudara saya. Jadi kebaca deh wall beliau. Beliau mengobati rasa "bersalah" dan kehilangan dengan berjilbab dan "taat beragama".

Fenomena "bertaubat" dengan "taat beragama" ini menarik. Kadang, bertaubatnya menjadi ekstrim. Ada yang jadi "pembela kebenaran". Ini menjadi masalah baru...

Ada artis yang ibunya sangat matre. Surga ada di telapak kaki ibu. Neraka juga...

Ada artis-artis yang menjadi simpanan. Ada yang bisa dibooking. Padahal penghasilan mereka cukup untuk hidup bila tidak neko-neko loh. Maunya neko-neko sii.

Sekian update hosip kali ini. Topiknya adalah "menebus rasa bersalah" dan "matre is in the air".

Semoga kita semua dikaruniai pikiran yang jernih. Amiin.

TerimaKasih. Namaste

Kamis, 01 Oktober 2015

Menyesali Nasib


Beruntungnya si A. Dapat pekerjaan bagus. Walau dia ibu rumah tangga dengan 3 anak yang diurusnya dengan baik, dia tetap bisa berkarir dengan baik. Dia seorang akademisi yang sukses, seorang penulis dan seorang penari. Saya melihat fotonya di FB dengan calon suami yang ketiga.

Alam semesta berkonspirasi untuk memberikan karir yang cemerlang untuk dia.

Saya membaca kisah sukses Pemilik grup Hotel Oberoi dari India. Alam berkonspirasi untuk mendorong dia menjadi pengusaha sukses.

Dalam "Outliers" Malcolm Gladwell membeberkan faktor kesuksesan seseorang. Lahir kapan dan dimana, kesempatan dan kerja keras (10 ribu jam terbang). Faktor "hoki" adalah salah satu faktor mengapa muncul seorang Bill Gates dan seorang Zuckerberg.

Pernah merasakan gak sii, betapa beruntungnya seseorang. Jalan dia untuk kaya raya terbuka lebar. Jalan untuk berkarir dengan cemerlang terbuka lebar. Wajah kurang cantik, tapi bisa dapat suami yang sukses dan menyayangi dia.

Itulah garis hidup, atau karma, atau takdir.

Bagaimana dengan kita dan karma kita. Kadang kita menyesalkan karma kita yang tidak sebagus orang lain. Itulah buah dari perbuatan kita. Nah bagaimana kita menyikapinya? Mau tetap ceria dengan lagu dan tarian seperti dalam film Bollywood atau mau bermuram durja, menghabiskan waktu dengan menyesali nasib lalu menenggak obat tidur ?

Saya membahas hal "karma buruk" ini karena terinspirasi dari buku "Yoga Sutra Patanjali" karya Anand Krishna dan buku "Cacing dan Kotoran Kesayangannya" karya Ajahn Brahm.

Bila menyesali diri, mengapa tidak bisa membeli baju, tas, sepatu yang bagus-bagus, tengoklah Ajahn Brahm. Bajunya cuma jubah biasa beberapa buah. Bila menyesali diri karena tabungan di bank angkanya pada saldo minimal, tengoklah Ajahn Brahm yang tidak memegang duit. Bila ingin memiliki rumah yang nyaman dan indah, tengoklah kamar Ajahn Brahm yang sederhana. Dengan hidup sangat sederhana, beliau berwajah cerah dan penuh kebahagiaan, bisa melayani sesama.

Sepanjang pengamatan saya, Pak Anand Krishna hidup sederhana. Makan makanan sederhana hanya sekali sehari. Pakaian sedehana. Hidup seperti beliau tidak menyenangkan indra-indra yang ingin dimanja. Beliau mapkan dan tidur seperlunya, sisanya diisi dengan kerja keras. Uang yang ada tidak digunakan untuk kesenangan pribadi. Tanpa kekuatan dan cinta, siapa yang tahan menjalani hidup seperti itu.

Intinya, marilah kita menerima garis hidup kita. Mari hidup ceria penuh tawa, tarian dan lagu seperti dalam film Bollywood.

TerimaKasih... Namaste...